Sejarah
Perkembangan Keperawatan Jiwa
Dalam sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode. Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas kesehatan (Custodial Care) (tidak oleh tenaga kesehatan). Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang menjadi Primary Consistend of Custodial Care.
Baru sekitar tahun 1945-an fokus perawatan terletak pada penyakit, yaitu model kuratif (model Curative Care). Perawatan pasien jiwa difokuskan pada pemberian pengobatan. Baru tahun 1950 fokus perawatannya mulai befokus pada klien, anggota keluarga tidak dianggap sebagai bagian dari tim perawatan. Obat-obat psychotropic menggantikan Restrains dan seklusi (pemisahan). Deinstitutionalization dimulai, mereka bukan partisipan aktif dalam perawatan dan pengobatan kesehatan mereka sendiri. Hubungan yang terapetik mulai diterpakan dan ditekankan. Fokus utama pada preventiv primer. Perawatan kesehatan jiwa diberikan di rumah sakit jiwa yang besar (swasta atau pemerintah) yang biasanya terletak jauh dari daerah pemukiman padat.
Sekitar dekade berikutnya, pada saat terjadi Pergerakan Hak-Hak Sipil (The Civil Rights) di 1960-an, penderita gangguan jiwa mulai mendapatkan hak-haknya. The Community Mental Health Centers Act (1963) secara dramatis mempengaruhi pemberian pelayanan kesehatan jiwa. Undang-Undang inilah yang menyebabkan fokus dan pendanaan perawatan beralih dari rumah sakit jiwa yang besar ke pusat-pusat kesehatan jiwa masyarakat yang mulai banyak didirikan.
Pada tahun 1970-1980, perawatan beralih dari perawatan rumah sakit jangka panjang ke lama rawat yang lebih singkat. Fokus perawatan bergeser ke arah community based care / service (Pengobatan berbasis komunitas). Pada tahun-tahun ini banyak dilakukan riset dan perkembangan teknologi yang pesat. Populasi klien di rumah sakit jiwa yang besar berkurang, sehingga banyak rumah sakit yang ditutup. Pusat-pusat kesehatan komunitas jiwa sering tidak mampu menyediakan layanan akibat bertambahnya jumlah klien. Tunawisma menjadi masalah bagi penderita penyakit mental kronik persisten yang mengalami kekurangan sumber daya keluarga dan dukungan sosial yang adekuat.
Awal abad 21, fokus perawatan pada preventif atau pengobatan berbasis komunitas, yang menggunakan berbagai pendekatan, antara lain melalui pusat kesehatan mental, praktek, pelayanan di rumah sakit, pelayanan day care, home visite dan hospice care. Pada saat ini banyak terjadi perubahan yang signifikan dalam perawatan kesehatan jiwa. Managed care menghubungkan struktur dan layanan baru. Seorang manajer kasus ditugaskan untuk mengkoordinasikan pelayanan untuk klien individu dan bekerja sama dengan tim multidisipliner. Alat-alat manajemen klinis yang menunjukkan organisasi, urutan dan waktu intervensi yang diberikan oleh tim perawatan untuk satu gangguan yang teridentifikasi pada klien. Pemberian dan pemfokusan layanan pencegahan primer (bukan hanya perawatan berbasis penyakit); mencakup identifikasi kelompok-kelompok berisiko tinggi dan penyuluhan untuk mencegah gaya hidup guna mencegah penyakit.
Di Amerika, terdapat organisasi Disabilities Act (1990) yang membantu memastikan bahwa penderita cacat, termasuk penderita gangguan jiwa, dapat berpatisipasi penuh dalam kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Organisasi-organisasi seperti The National Alliance of Mentally III, menghapus stigma gangguan jiwa dan member dukungan komunitas setempat bagi penderita ganguan jiwa dan keluarganya. Organisasi tersebut melakukan lobi untuk meningkatkan dana penelitian dan pengobatan gangguan jiwa. Pengetahuan tentang struktur dan fungsi otak berkembang pesat. Tahun 1990-an dianggap sebagai “Dekade Otak” karena pertumbuhan pesat pengetahuan tentang cara kerja otak. Seiring dengan kemajuan genetika, pengetahuan yang dihasilhan telah membentuk kembali pemahaman tentang penyebab dan pengobatan gangguan jiwa.
Meski dalam sejarah kesehatan jiwa banyak didominasi oleh dunia barat, namun sesungguhnya dalam dunia Islam sejarah kesehatan jiwa justru sudah dimulai sejak jauh sebelum Barat mengenal metode penyembuhan penyakit jiwa berikut tempat perawatannya. Pada abad ke-8 M di Kota Baghdad. Menurut Syed Ibrahim B PhD dalam bukunya berjudul "Islamic Medicine: 1000 years ahead of its times", mengatakan, rumah sakit jiwa atau insane asylums telah didirikan para dokter dan psikolog Islam beberapa abad sebelum peradaban Barat menemukannya. Hampir semua kota besar di dunia Islam pada era keemasan telah memiliki rumah sakit jiwa. Selain di Baghdad ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah Insane Asylum juga terdapat di kota Fes, Maroko. Selain itu, rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di Kairo, Mesir pada tahun 800 M. Pada abad ke-13 M, kota Damaskus dan Aleppo juga telah memiliki rumah sakit jiwa.
Lalu bagaimana peradaban Islam mulai mengembangkan pengobatan kesehatan jiwa? Menurut Syed Ibrahim, berbeda dengan para dokter Non Muslim di abad pertengahan yang mendasarkan sakit jiwa pada penjelasan yang takhayul, dokter Muslim justru lebih bersifat rasional. Para dokter Muslim mengkaji justru melakukan kajian klinis terhadap pasien-pasien yang menderita sakit jiwa. Tak heran jika para dokter Muslim berhasil mencapai kemajuan yang signifikan dalam bidang ini. Mereka berhasil menemukan psikiatri dan pengobatannya berupa psikoterapi dan pembinaan moral bagi penderita sakit jiwa. Selain itu, para dokter dan psikolog Muslim juga mampu menemukan bentuk pengobatan modern bagi penderita sakit jiwa seperti, mandi pengobatan dengan obat, musik terapi dan terapi jabatan.
Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia pun sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang kesehatan jiwa yang berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan badan. Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit kejiwaan, tutur al-Balkhi.
Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa ketidakseimbangan dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.
Dia juga mengungkapkan dua macam penyebab depresi. Menurut dia, depresi bisa disebabkan alasan yang diketahui, seperti mengalami kegagalan atau kehilangan. Ini bisa disembuhkan secara psikologis. Kedua, depresi bisa terjadi oleh alasan-alasan yang tak diketahui, kemukinan disebabkan alasan psikologis. Tipe kedua ini bisa disembuhkan melalui pemeriksaan ilmu kedokteran.
Bagaimana perkembangan keperawatan jiwa di Indonesia? Perkembangan keperawatan jiwa di Indonesia dimulai sejak zaman dulu kala, ketika gangguan jiwa dianggap kerasukan, sehingga para dukun berusaha mengeluarkan roh jahat. Seiring perkembangan keperawatan jiwa di dunia, perkembangan di Indonesia pun turut berkembang. Hal ini dimulai sejak zaman Kolonial. Sebelum ada RSJ di Indonesia, pasien gangguan jiwa ditampung di RS Sipil atau RS Militer di Jakarta, Semarang, dan Surabaya, yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat. Kemudian, mulailah didirikan beberapa rumah sakit jiwa.